Assalamu'alaikum....

Assalamu'alaikum....
nderek tepang...kulo Mbah Azzam

salam

Assalamu'alaikum.....
Ahlan wa sahlan.......
Sugeng rawuh.......
ing ngarso sung tulodho....
ing madyo mangun karso....
tut wuri handayani......

Kamis, 29 April 2010

Anak penghafal Al-Qur'an

Mu'jizat Abad 20

Sayyid Mohammad Hussein Tabātabā’i.

Buku ini menceritakan seorang anak kecil yang baru berusia 7 tahun tetapi sudah hafal dan paham Al-Quran. Anak kecil ini bahkan bisa memahami Al-Quran walaupun bahasa ibunya bukan bahasa Arab, anak ini bernama Sayyid Mohammad Hussein Tabātabā’i.

Pada Bulan February 1998, di Kerajaan Inggris tepatnya di Hijaz College Islamic University Husein yang yang waktu itu baru berusia 7 tahun menjalani ujian doktoral. Ujian yang harus dilaluinya terdiri dari 5 bidang :





*
Menghafal Al-Quran dan menerjemahkan dalam bahasa ibu (persia)
*
Menerangkan topik ayal Al-Quran
*
Menafsirkan dan menerangkan ayat Al-Quran dengan ayat lainya dalam Al-Quran
*
Bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran
*
Menerangkan makna Al-Quran dengan metode isyarat tangan

Setelah menjalani ujian selama 210 menit, akhirnya tim penguji memberi nilai 93. Dimana nilai ini mengukuhkanya sebagai Doktor Honoris Causa.

Standard Penilaian :

*
60 - 70 Sertifikat diploma
*
70 - 80 Sarjana Kehormatan
*
80 - 90 Magister Kehormatan
*
90 ketas Doktoe Kehormatan (honoris cause)

Pada tanggal 19 Februari 1998 Husein menerima ijazah Doktor Honoris Causa dalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran.

Buku ini juga disertai VCD yang isinya forum-forum baik di dalam negeri (Iran) maupun di luar negeri yang menceritakan bagaimana bocah cilik ini menunjukkan kehebatanya dalam menghafal dan memahami Al-Quran.

Buku ini juga bercerita tentang masa kecil Husein, dimana kedua orang tuanya juga seorang penghafal Al-Quran. Pada Usia 2 tahun 4 bulan Husein sudah menghafal juz 30 (Juz ‘Amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al-Quran.

Berikut adalah beberapa dialog dalam buku itu yang menunjukkan kepiawaian bocah ini dalam memahami Al-Quran dan menggunakan ayat-ayat Al-Quran dalam percakapan sehari-hari, dialog ini dilakukan sepulang husein mendapat gelar Doktor dari Inggris :

Penanya Bagaimana ujian yang kamu lalui di Inggris ?
Husein إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا "Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Alam Nashrah (94) :6 )
Penanya Apa Tanggapan orang-orang di sana (Inggris) dalam acara-acara Qurani-mu?
Husein "...mereka tertawa" (QS 83:34) (Maksud Husein orang-orang di Inggris tuh merasa senang/bahagia)
Penanya Jika kamu ditanya orang, ‘buat apa engkau ke Inggris' ? Apa jawabanmu ?
Husein "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu” (QS 5:67 )
(yang dimaksud Husein adalah dia ke Inggris untuk menyampaikan ayat-ayat al-Quran).
Penanya Engkau belum lulus SD, bagaimana mungkin mendapat gelar doctor ?
Husein "Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka” ( QS 3:170 ).
(maksudnya, semua itu adalah karunia Allah)
Penanya Bagaimana Ilmu itu diajarkan ?
Husein "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (berjihad) untuk Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS 29:69)
(maksud Husein, bila manusia berusaha mencari dengan bersungguh-sungguh, maka Allah akan membuka jalan ilmu baginya)
Penanya Kapan engkau akan menikah ?
Husein (sambil tersenyum ) "Dan apabila anak-anak telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin. ” ( QS 24:59)
(maksud Husein akan menikah jika umurnya sudah baligh)
Dan masih banyak lagi dialog-dialog yang dijawab oleh Husein menggunakan ayat-ayat Al Qur’an, diantaranya:
Penanya Apa kabarmu..?
Husein ” Dan penutup doa mereka ialah Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin ” (QS 10:10).(Maksud Husein, kabarnya baik-baik saja, dan untuk itu, segala puji bagi Allah Pemilik Semesta Alam.)
Penanya Di manakah Tuhan ?
Husein "Maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah” ( QS 2 : 115 )
Penanya Ayat mana dalam Al-Quran yag paling engkau sukai ?
Husein "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya deritaanmu, sangat menginginkan ( Keimanan dan Keselamatan ) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS 9:12)

Berikut ini endorsment di cover belakang buku:

“Keteladanan menjadi kunci utama dalam proses pendidikan, tanpa keteladanan pendidikan hanya akan menjadi transfer of knowledge tapi tidak transfer of value. Kisah dalam buku ini sangat baik untuk dijadikan ibrah (pelajaran) dalam hidup dan kehidupan kita.” ~ Dr Arief Rachman, MPd - Pakar Pendidikan

“Saya telah menggeluti Al-Quran selama lebih dari 20 tahun, namun kini kembali menjadi murid yang harus menulis catatan di buku pelajaran. Apa pun yang ia (Husein) katakan, saya catat. Saya dengan bangga menyatakan diri sebagai murid dari guru yang masih berusia 5 tahun ini!” ~ Ayatullah Mohsen Qiraati, Mufassir Kontemporer Iran.

“Sayyid Husein memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan para peneliti seharusnya melakukan penelitian mengenai bagaimana metode Husein dalam menghafal dan memahami Al-Quran.” ~ Ayatullah Hashemi Rafsanjani

Untuk lebih lengkap cara mendidik anak seperti Husein, silahkan baca bukunya. Penulis buku ini juga menyekolahkan anak putrinya di kelas Jamiatul Quran Teheran. Blog Penulis buku ini bisa dibaca disini Dina Y Sulaeman, Disini juga dapat dibaca berbagai pandangannya tentang berbagai isue di Iran. Sedangkan website Doktor Cilik ini bisa diakses di http://www.jameatulquran.com.

Subhanallaah ...

Sumber: www.sofyanhadi.wodpress.com dengan beberapa perubahan
Tags: artikel alquran
Prev: DUA KALIMAT SYAHADAT (SYAHADATAIN)
Next: NABI MUHAMMAD S.A.W., NABI DAN RASUL TERAKHIR

Rabu, 28 April 2010

Pawartos Islami :

7 lapis Bumi

Ketika para ilmuwan mulai meneliti lembah-lembah di bumi untuk mengenal struktur dan unsur-unsurnya, mereka menemukan mitos dan dongeng yang mendominasi abad-abad terakhir itu tidak memiliki dasar ilmiah. Setelah para ilmuwan menemukan bahwa bumi berbentuk bulat telur, maka mereka menduga bahwa inti bola bumi ini mempunyai suatu nukleus, dan cangkangnya adalah kerak bumi yang sangat tipis jika dibandingkan dengan ukuran bumi. Dan antara dua lapisan ini ada lapisan ketiga yang biasa disebut dengan kata mantel. Ini merupakan pengetahuan awal para ilmuwan.

Perkembangan Fakta-fakta Ilmiah

Teori Tiga Lapisan ini tidak cukup lama bertahan karena penemuan-penemuan yang terbaru di sistem geologi. Pengukuran-Pengukuran dan percobaan-percobaan terbaru menunjukkan bahwa Artikel yang berisi nukleus dari bumi itu berada di bawah tekanan yang sangat tinggi, tiga juta kali lebih dari permukaan bumi.

Di bawah tekanan seperti itu, zat berubah bentuk menjadi solid, dan hal ini pada gilirannya membuat inti bumi itu sangat solid. Inti bumi ini dikelilingi suatu lapisan zat cair dengan suhu yang sangat tinggi. Ini berarti bahwa ada dua lapisan di dalam inti bumi, bukan satu. Satu lapisan di dalam pusat yang dikelilingi lapisan zat cair.

Hal itu diketahui sesudah alat-alat pengukur dikembangkan dan memberi para ilmuwan suatu perbedaan yang jelas antar lapisan-lapisan bumi bagian dalam. Jika kita turun ke bawah bumi yang keras, kita akan menemukan lapisan batu-batu yang sangat panas, yaitu batu yang berfungsi untuk membungkus. Setelah itu ada tiga lapisan terpisah, di mana masing-masing itu berbeda kepadatan, tekanan dan suhu yang berbeda-beda.

Oleh karena itu para ilmuwan mengklasifikasi lapisan-lapisan bumi menjadi tujuh lapisan, tidak lebih. Gambar menunjukkan lapisan-lapisan ini dengan dimensi masing (beberapa di luar skala), sesuai yang ditemukan para ilmuwan baru-baru ini dengan berbagai metode seperti menggunakan alat pengukur gempa bumi dan studi medan magnetik bumi, dan juga teknik-teknik yang lain. Berbagai studi dan penemuan tersebut saat ini diajarkan kepada para mahasiswa fisika di berbagai universitas.

Gambar ini menunjukkan tujuh lapisan Bumi, memberitahukan bahwa kerak bumi adalah lapisan sangat tipis yang disusul dengan mantel dengan berbeda-beda ketebalannya, lalu disusul lapisan-lapsan yang terdiri zat cair, dan diakhiri dengan yang lapisan ketujuh, yaitu nukleus padat.

Para ilmuwan juga menemukan bahwa atom terdiri dari tujuh lapisan atau tingkatan, dan hal ini membuktikan keseragaman ciptaan, di mana bumi mempunyai tujuh lapisan dan atom-atom mempunyai tujuh lapisan juga. Subhanallah.

Tujuh lapisan bumi itu sangat berbeda-beda dari segi struktur, kepadatan, suhu dan bahannya. Oleh karena itu, tidak seorang pun menganggap bumi itu hanya mempunyai satu lapisan sebagai orang di masa lampau berpikir. Di sini kita menemukan bahwa pemikiran bahwa bumi mempunyai lapisan-lapisan merupakan berkara baru dan tidak dikenal atau yang dikemukakan pada waktu al-Qur’an itu sedang diturunkan. Penemuan-penemuan ini dikemukakan para ilmuwan abad 21 kepada kita, tetapi sejak dahulu Kitab Allah telah memberitahu kita tentang hal tersebut.

Informasi di dalam al-Qur’an al-Karim

Al-Qur’an al-Karim, perkataan Tuhan, menuturkan kepada kita tentang tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan bumi di dalam dua ayat berikut:

‘Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?’ (al-Mulk: 3)

Allah juga berfirman, ‘Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.’ (ath-Thalaq: 12) Ayat pertama bericara kepada kedua tentang dua sifat langit: bilangan langit itu, yaitu tujuh, dan bentuk langit, yaitu berlapis-lapis. Inilah arti kata thibaqan yang kita temukan di dalam kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan kamus-kamus bahasa Arab. Sedangkan ayat kedua menegaskan bahwa bumi itu menyerupai langit, dan hal itu diungkapkan dengan kalimat, ‘Dan seperti itu pula bumi.’ Sebagaimana langit itu berlapis-lapis, maka begitu pula bumi, dan masing-masing jumlahnya tujuh lapisan.

Informasi dalam Sunnah

Seandainya kita meneliti hadits-hadits Rasulullah saw, maka kita menemukan sebuah hadits yang menegaskan keberadaan tujuh lapis bumi, maksudnya tujuh lapis yang sebagiannya membungkus sebagian yang lain. Nabi saw bersabda, ‘Barangsiapa yang menyerobot sejengkal tanah, maka Allah akan menimbunnya dengan tujuh lapis bumi.’ (HR Bukhari) Kata menimbun di sini diungkapkan dengan kata thawwaqa yang secara bahasa berarti meliputinya dari semua sisi.

Pertanyaannya di sini adalah: Bukankah hal ini merupakan mukjizat Nabawi yang besar? Bukankah hadits yang mulia ini telah menentukan bilangan lapisan bumi, yaitu tujuh, dan menentukan bentuk lapisan itu, yaitu meliputi dan menyelubungi. Bahkan hadits ini memuat sinyal tentang bentuk bulat atau semi-bulat. Al-Qur'an dan Sunnah telah mendahului ilmu pengetahuan modern dalam mengungkapkan fakta yang ilmiah ini. Selain itu, al-Qur'an juga telah memberi kita penelasan yang tepat mengenai struktur bumi dengan menggunakan kata thibaqan.

Sri Rahayu says : salam dari wong Jowo...

waspadai gejala dan bahaya anxietas yang berlebihan...
Pendahuluan

Fear and stress reactions are essential for human survival. Takut dan reaksi stres sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. They enable people to pursue important goals and to respond appropriately to danger. Mereka memungkinkan orang untuk mengejar tujuan-tujuan penting dan tepat menanggapi bahaya. In a healthy individual, the stress response (fight, fright, or flight) is provoked by a genuine threat or challenge and is used as a spur for appropriate action. Individu yang sehat, respons stres (berkelahi, ketakutan, atau penerbangan) adalah murni dipicu oleh ancaman atau tantangan dan digunakan sebagai pendorong untuk tindakan yang tepat.
An anxiety disorder, however, involves an excessive or inappropriate state of arousal characterized by feelings of apprehension, uncertainty, or fear. Sebuah gangguan kecemasan, bagaimanapun, melibatkan yang berlebihan atau tidak patut gairah keadaan yang ditandai oleh perasaan ketakutan, ketidakpastian, atau rasa takut. The word is derived from the Latin, angere , which means to choke or strangle. Kata ini berasal dari bahasa Latin, angere, yang berarti mencekik atau mencekik. The anxiety response is often not attributable to a real threat. Tanggapan kecemasan sering kali tidak disebabkan ancaman nyata. Nevertheless it can still paralyze the individual into inaction or withdrawal. Namun demikian, masih dapat melumpuhkan individu ke dalam kelembaban maupun penarikan. An anxiety disorder persists, while a healthy response to a threat resolves, once the threat is removed. Sebuah gangguan kecemasan terus berlangsung, sementara yang sehat untuk menanggapi ancaman menyelesaikan, setelah ancaman akan dihapus.
text continues below terus teks di bawah

Anxiety disorders have been classified according to the severity and duration of their symptoms and specific behavioral characteristics. Gangguan kecemasan telah diklasifikasikan menurut keparahan dan lamanya gejala mereka dan karakteristik perilaku tertentu. Categories include: Kategori meliputi:
• Generalized anxiety disorder (GAD), which is long lasting and low-grade Generalized anxiety disorder (GAD), yang tahan lama dan kelas rendah
• Panic disorder, which has more dramatic symptoms Gangguan panik, yang memiliki gejala yang lebih dramatis
• Phobias Fobia
• Obsessive-compulsive disorder (OCD) Obsesif-kompulsif (OCD)
• Post-traumatic stress disorder (PTSD) Post-traumatic stress disorder (PTSD)
• Separation anxiety disorder (which is almost always seen in children) Separation anxiety disorder (yang hampir selalu terlihat pada anak-anak)
GAD and panic disorder are the most common. GAD dan gangguan panik adalah yang paling umum. Anxiety disorders are usually caused by a combination of psychological, physical, and genetic factors, and treatment is, in general, very effective. Gangguan kecemasan biasanya disebabkan oleh kombinasi psikologis, fisik, dan faktor genetik, dan pengobatan, pada umumnya, sangat efektif.
Generalized Anxiety Disorder Generalized Anxiety Disorder
Generalized anxiety disorder (GAD) is the most common anxiety disorder. Generalized anxiety disorder (GAD) adalah yang paling umum gangguan kecemasan. It affects about 5% of Americans over the course of their lifetimes. Ini mempengaruhi sekitar 5% dari Amerika selama hidup mereka. It is characterized by the following: Hal ini ditandai dengan berikut ini:
• A more-or-less constant state of worry and anxiety, which is out of proportion to the level of actual stress or threat in their lives. Yang lebih-atau-kurang konstan keadaan khawatir dan kegelisahan, yang tidak sesuai dengan tingkat stres yang sebenarnya atau ancaman dalam hidup mereka.
• This state occurs on most days for more than 6 months despite the lack of an obvious or specific stressor. Keadaan ini terjadi pada hampir setiap hari selama lebih dari 6 bulan sekalipun tidak ada yang jelas atau penekan khusus. (It worsens with stress, however.) (It memburuk dengan stres, bagaimanapun.)
• It is very difficult to control worry. Sangat sulit untuk mengontrol khawatir. For a clear diagnosis of GAD, the specific worries should be differentiated from those that would define other anxiety disorders, such as fear of panic attacks or appearing in public. Untuk diagnosis yang jelas GAD, kekhawatiran tertentu harus dibedakan dari orang-orang yang akan menentukan gangguan kecemasan lain, seperti takut serangan panik atau muncul di depan umum. Moreover, they are not obsessive like those with obsessive-compulsive disorder. Selain itu, mereka tidak obsesif seperti orang-orang dengan obsesif-kompulsif. (It should be noted, however, that over half of those with GAD also have another anxiety disorder or depression.) (Perlu dicatat, bahwa lebih dari setengah dari mereka yang GAD juga memiliki gangguan kecemasan lain atau depresi.)
• Patients with anxiety may experience physical symptoms (such as gastrointestinal complaints) in addition to, or even in place of, mental worries. Pasien dengan kecemasan mungkin mengalami gejala fisik (seperti keluhan gastrointestinal) sebagai tambahan, atau bahkan di tempat, kekhawatiran mental. (This latter case may be more common in people from non-Western cultures such as those with Asian backgrounds.) (Kasus yang terakhir ini mungkin lebih umum pada orang dari budaya non-Barat seperti orang-orang dengan latar belakang Asia.)
• People with GAD tend to be unsure of themselves, overly perfectionist, and conforming. Orang dengan GAD cenderung tidak yakin terhadap diri mereka sendiri, terlalu perfeksionis, dan menyesuaikan diri.
Mengingat kondisi ini, diagnosis GAD dikonfirmasi jika tiga atau lebih dari gejala berikut hadir (hanya satu untuk anak-anak) di hampir setiap hari selama 6 bulan:
• Being on edge or very restless Berada di tepi atau sangat gelisah
• Feeling tired Merasa lelah
• Having difficulty with concentration Mengalami kesulitan dengan konsentrasi
• Being irritable Menjadi marah
• Having muscle tension Setelah ketegangan otot
• Experiencing disturbed sleep Mengalami gangguan tidur
Symptoms should cause significant distress and impair normal functioning and not be due to a medical condition, another mood disorder, or psychosis. Gejala harus menyebabkan tekanan signifikan dan merusak fungsi normal dan bukan disebabkan oleh kondisi medis, gangguan mood yang lain, atau psikosis. It should be noted that pure GAD is uncommon. Perlu dicatat bahwa GAD murni jarang terjadi. It typically occurs with other mood disorders (anxiety or depression) or substance use. Ini biasanya terjadi dengan kelainan suasana hati lain (kecemasan atau depresi) atau penggunaan zat. In one 8-year study, nearly three-quarters of GAD patients experienced depression at some point during the course of the study. Dalam satu 8-tahun studi, hampir tiga perempat pasien mengalami depresi GAD pada beberapa titik selama studi. A third of GAD patients had at least two other disorders of mood, substance use, or both. Sepertiga dari pasien GAD setidaknya dua gangguan suasana hati lain, penggunaan narkoba, atau keduanya.
text continues below terus teks di bawah

Panic Disorder Panic Disorder
Panic disorder is characterized by periodic attacks of anxiety or terror ( panic attacks ). Gangguan panik ditandai oleh serangan periodik kecemasan atau teror (panic attack). They usually last 15 - 30 minutes, although residual effects can persist much longer. Mereka biasanya terakhir 15-30 menit, meskipun efek residu bisa bertahan lebih lama lagi. The frequency and severity of acute states of anxiety determine the diagnosis. Frekuensi dan tingkat keparahan keadaan kecemasan akut menentukan diagnosis. (It should be noted that panic attacks can occur in nearly every anxiety disorder, not just panic disorder. In other anxiety disorders, however, there is always a cue or specific trigger for the attack.) A diagnosis of panic disorder is made under the following conditions: (Perlu dicatat bahwa serangan panik dapat terjadi di hampir setiap anxiety disorder, bukan hanya gangguan panik. Pada gangguan kecemasan lain, bagaimanapun, selalu ada isyarat atau spesifik untuk memicu serangan.) Suatu diagnosis gangguan panik dibuat di bawah kondisi berikut:
• A person experiences at least two recurrent, unexpected panic attacks. Seseorang pengalaman setidaknya dua berulang, tak terduga serangan panik.
• For at least a month following the attacks, the person fears that another will occur. Paling tidak selama satu bulan setelah serangan, orang ketakutan bahwa orang lain akan terjadi.
Symptoms of a Panic Attack. During a panic attack a person feels intense fear or discomfort with at least four or more of the following symptoms: Gejala Panic Attack. Selama serangan panik seseorang merasa takut atau ketidaknyamanan intens dengan setidaknya empat atau lebih dari gejala berikut:
• Rapid heart beat Jantung yang cepat mengalahkan
• Sweating Berkeringat
• Shakiness Kegoyahan
• Shortness of breath Sesak napas
• A choking feeling or a feeling of being smothered Sebuah perasaan tersedak atau menahan perasaan
• Dizziness Pusing
• Nausea Mual
• Feelings of unreality Perasaan ketidaknyataan
• Numbness Baal
• Either hot flashes or chills Entah hot flashes atau menggigil
• Chest pain Nyeri dada
• A fear of dying Sebuah takut mati
• A fear of going insane Sebuah takut gila
Women may be more likely than men to experience shortness of breath, nausea, and feelings of being smothered. Perempuan mungkin lebih mungkin dibandingkan laki-laki untuk mengalami sesak napas, mual, dan perasaan yang tertahan. More men than women have sweating and abdominal pain. Lebih banyak pria daripada wanita telah berkeringat dan sakit perut. Panic attacks that include only one or two symptoms, such as dizziness and heart pounding, are known as limited-symptom attacks . Serangan panik yang mencakup hanya satu atau dua gejala seperti pusing dan jantung berdebar-debar, yang dikenal sebagai terbatas-gejala serangan. These may be either residual symptoms after a major panic attack or precursors to full-blown attacks. Ini mungkin salah satu gejala sisa setelah serangan panik besar atau perintis serangan besar-besaran. (It should be noted that panic attacks can also accompany other anxiety disorders, such as phobias and post-traumatic stress disorder. In such cases, however, additional characteristics differentiate these disorders from panic disorder.) (Perlu dicatat bahwa serangan panik dapat juga menyertai gangguan kecemasan lain, seperti fobia dan post-traumatic stress disorder. Dalam kasus, tambahan membedakan karakteristik kelainan ini dari gangguan panik.)
Frekuensi Panic Attacks. Frekuensi serangan dapat bervariasi. Some people have frequent attacks (for example, every week) that occur for months; others may have clusters of daily attacks followed by weeks or months of remission. Beberapa orang mempunyai serangan sering (misalnya, setiap minggu) yang terjadi selama berbulan-bulan; lain mungkin kelompok serangan sehari-hari diikuti oleh minggu atau bulan pengampunan.
Triggers of Panic Attacks. Panic attacks may occur spontaneously or in response to a particular situation. Pemicu Panic Attacks. Panic serangan dapat terjadi secara spontan atau sebagai respons terhadap situasi tertentu. Recalling or re-experiencing even harmless circumstances surrounding an original attack may trigger subsequent panic attacks. Mengingat atau bahkan mengalami kembali situasi berbahaya yang mengelilingi serangan asli dapat memicu serangan panik berikutnya.
Phobic Disorders Gangguan fobia
Phobias, manifested by overwhelming and irrational fears, are common. Fobia, dimanifestasikan oleh ketakutan berlebihan dan tidak rasional, adalah biasa. In most cases, people can avoid or at least endure phobic situations, but in some cases, as with agoraphobia, the anxiety associated with the feared object or situation can be incapacitating. Dalam kebanyakan kasus, orang dapat menghindari atau paling tidak bertahan situasi fobia, tetapi dalam beberapa kasus, seperti dengan agoraphobia, kecemasan yang berhubungan dengan objek atau situasi takut dapat melumpuhkan.
text continues below terus teks di bawah

Agoraphobia. Agoraphobia has been somewhat misleadingly described as fear of open spaces, the term having been derived from the Greek word agora, meaning outdoor marketplace. Agoraphobia. Agoraphobia telah agak menyesatkan digambarkan sebagai takut ruang terbuka, istilah yang telah diturunkan dari kata Yunani agora, yang berarti pasar luar. In its severest form, agoraphobia is characterized by a paralyzing terror of being in places or situations from which the patient feels there is neither escape nor accessible help in case of an attack. Dalam bentuk berat, agoraphobia ditandai oleh teror yang melumpuhkan berada di tempat atau situasi di mana pasien merasa ada melarikan diri atau tidak dapat diakses membantu dalam kasus serangan. (One patient described the terror of going outside as opening a door onto a landscape filled with snakes.) Consequently, people with agoraphobia confine themselves to places in which they feel safe, usually at home. (Satu pasien menggambarkan teror akan keluar sebagai membuka pintu ke sebuah pemandangan yang penuh dengan ular.) Akibatnya, orang dengan agoraphobia membatasi diri ke tempat-tempat di mana mereka merasa aman, biasanya di rumah. The patient with agoraphobia often makes complicated plans in order to avoid confronting feared situations and places. Pasien dengan agoraphobia sering membuat rencana rumit untuk menghindari takut menghadapi situasi dan tempat.
Social Phobia. Social phobia, also known as social anxiety disorder, is the fear of being publicly scrutinized and humiliated and is manifested by extreme shyness and discomfort in social settings. Fobia sosial. Sosial fobia, juga dikenal sebagai gangguan kecemasan sosial, adalah takut dikritisi dan dipermalukan di depan umum dan diwujudkan oleh ekstrem rasa malu dan ketidaknyamanan dalam pengaturan sosial. This phobia often leads people to avoid social situations and is not due to a physical or mental problem (such as stuttering, acne, or personality disorders). Fobia ini sering menyebabkan orang untuk menghindari situasi sosial dan bukan karena masalah fisik atau mental (seperti gagap, jerawat, atau gangguan kepribadian). The incidence of social phobia is approximately 13% and has been termed "the neglected anxiety disorder" because it is often missed as a diagnosis. Insiden fobia sosial adalah sekitar 13% dan telah disebut "gangguan kecemasan yang terabaikan" karena sering luput sebagai diagnosis.
The associated symptoms vary in intensity, ranging from mild and tolerable anxiety to a full-blown panic attack. Gejala yang terkait dalam intensitas bervariasi, mulai dari yang ringan dan kecemasan ditoleransi ke meledak penuh serangan panik. (Unlike a panic attack, however, social phobia is always directly related to a social situation.) Symptoms include sweating, shortness of breath, pounding heart, dry mouth, and tremor. (Tidak seperti serangan panik, bagaimanapun, fobia sosial selalu secara langsung berkaitan dengan situasi sosial.) Gejalanya antara lain berkeringat, sesak napas, jantung berdebar, mulut kering, dan getaran.
Kelainan dapat dikategorikan sebagai lebih umum atau fobia sosial yang spesifik:
• Generalized social phobia is the fear of being humiliated in front of other people during nearly all social situations. Generalized fobia sosial adalah rasa takut akan dihina di depan orang lain selama hampir semua situasi sosial. People with this subtype are the most socially impaired and also the most likely to seek treatment. Orang dengan subtipe ini adalah yang paling dirugikan dan juga sosial yang paling mungkin untuk mencari pengobatan.
• Specific social phobia usually involves a phobic response to a specific event. Fobia sosial tertentu biasanya melibatkan sebuah fobia tanggapan terhadap peristiwa tertentu. Performance anxiety ("stage fright") is the most common specific social phobia and occurs when a person must perform in public. Kinerja kecemasan ( "demam panggung") adalah yang paling umum fobia sosial yang spesifik dan terjadi ketika seseorang harus tampil di depan umum. These patients usually feel comfortable in informal social situations. Pasien ini biasanya merasa nyaman dalam situasi sosial informal.
Children with social anxiety develop symptoms in settings that include their peers, not just adults, and they may include tantrums, blushing, or not being able to speak to unfamiliar people. Anak-anak dengan gejala kecemasan sosial dalam mengembangkan pengaturan yang termasuk rekan mereka, bukan hanya orang dewasa, dan mereka mungkin termasuk amukan, memerah, atau tidak dapat berbicara dengan orang asing. These children should be able to have normal social relationships with familiar people, however. Anak-anak ini harus dapat memiliki hubungan sosial yang normal dengan orang-orang asing, namun.
text continues below terus teks di bawah

Specific Phobias. Specific phobias (formerly simple phobias) are an irrational fear of specific objects or situations. Fobia Spesifik. Spesifik fobia (sebelumnya fobia sederhana) adalah ketakutan irasional objek atau situasi tertentu. Specific phobias are among the most common medical disorders. Fobia spesifik adalah di antara yang paling umum gangguan medis. Most cases are mild and not significant enough to require treatment. Kebanyakan kasus yang ringan dan tidak cukup signifikan untuk memerlukan pengobatan.
The most common phobias are fear of animals (usually spiders, snakes, or mice), flying ( pterygophobia ), heights ( acrophobia ), water, injections, public transportation, confined spaces ( claustrophobia ), dentists ( odontiatophobia ), storms, tunnels, and bridges. Fobia yang paling umum adalah rasa takut binatang (biasanya laba-laba, ular, atau tikus), terbang (pterygophobia), ketinggian (acrophobia), air, suntikan, transportasi umum, ruangan tertutup (claustrophobia), dokter gigi (odontiatophobia), badai, terowongan, dan jembatan.
When confronting the object or situation, the phobic person experiences panicky feelings, sweating, avoidance behavior, difficulty breathing, and a rapid heartbeat. Ketika berhadapan dengan objek atau situasi, pengalaman orang yang fobia perasaan panik, berkeringat, menghindarkan perilaku, kesulitan bernapas, dan detak jantung yang cepat. Most phobic adults are aware of the irrationality of their fear, and many endure intense anxiety rather than disclose their disorder. Kebanyakan fobia orang dewasa yang sadar akan irasionalitas ketakutan mereka, dan banyak menanggung kecemasan intens daripada mengungkapkan gangguan mereka.
Obsessive-Compulsive Disorder Obsesif-Compulsive Disorder
Obsessive-compulsive disorder (OCD) has been described as hiccups of the mind. Obsesif-kompulsif (OCD) telah digambarkan sebagai cegukan pikiran. OCD is time-consuming, distressing, and can disrupt normal functioning. OCD adalah memakan waktu, menyedihkan, dan dapat mengganggu fungsi normal. Much research suggests that a critical feature in this disorder is an overinflated sense of responsibility, in which the patient's thoughts center around possible dangers and an urgent need to do something about it. Banyak penelitian menunjukkan bahwa fitur penting dalam gangguan ini adalah rasa tanggung jawab overinflated, di mana pusat pikiran pasien di sekitar mungkin bahaya dan kebutuhan mendesak untuk melakukan sesuatu tentang hal itu.
• Obsessions are recurrent or persistent mental images, thoughts, or ideas. Obsesi yang berulang atau berkelanjutan citra mental, pikiran, atau ide. The obsessive thoughts or images can range from mundane worries about whether one has locked a door to bizarre and frightening fantasies of behaving violently toward a loved one. Pikiran obsesif atau gambar dapat berkisar dari duniawi kekhawatiran tentang apakah seseorang telah mengunci pintu fantasi aneh dan menakutkan dalam bersikap keras terhadap orang yang dicintai.
• Compulsive behaviors are repetitive, rigid, and self-prescribed routines that are intended to prevent the manifestation of an associated obsession. Perilaku kompulsif berulang, kaku, dan rutinitas yang diresepkan diri yang dimaksudkan untuk mencegah manifestasi dari obsesi terkait. Such compulsive acts might include repetitive checking for locked doors or unlit stove burners or calls to loved ones at frequent intervals to be sure they are safe. Seperti mungkin mencakup tindakan kompulsif yang berulang-ulang untuk memeriksa pintu-pintu terkunci atau gelap kompor pembakar atau panggilan ke orang-orang terkasih pada interval yang sering untuk memastikan mereka aman. Some people are compelled to wash their hands every few minutes or to spend inordinate amounts of time cleaning their surroundings in order to subdue the fear of contagion. Beberapa orang dipaksa untuk mencuci tangan setiap beberapa menit atau menghabiskan banyak sekali jumlah waktu untuk membersihkan lingkungan sekitar mereka dalam rangka untuk menaklukkan rasa takut tertular.
Lebih dari setengah penderita OCD-memiliki pikiran obsesif kompulsif tanpa perilaku ritualistik. Although individuals recognize that the obsessive thoughts and ritualized behavior patterns are senseless and excessive, they cannot stop them in spite of strenuous efforts to ignore or suppress the thoughts or actions. Meskipun orang mengakui bahwa pikiran-pikiran obsesif dan ritual pola perilaku yang tidak masuk akal dan berlebihan, mereka tidak dapat menghentikan mereka terlepas dari upaya keras untuk mengabaikan atau menekan pikiran atau tindakan. OCD often accompanies depression or other anxiety disorders. OCD sering menyertai depresi atau gangguan kecemasan lainnya. There is some evidence that the symptoms improve over time and that nearly half will eventually recover completely or have only minor symptoms. Ada beberapa bukti bahwa gejala meningkatkan dari waktu ke waktu dan bahwa hampir setengah pada akhirnya akan sembuh sepenuhnya atau hanya gejala ringan.
Symptoms in children may be mistaken for behavioral problems (taking too long to do homework because of perfectionism, refusing to perform a chore because of fear of germs). Gejala pada anak-anak mungkin akan keliru untuk masalah perilaku (mengambil terlalu lama untuk mengerjakan pekerjaan rumah karena perfeksionisme, menolak untuk melakukan tugas karena takut kuman). Children do not usually recognize that their obsessions or compulsions are excessive. Anak-anak biasanya tidak menyadari bahwa mereka adalah obsesi atau tekanan yang berlebihan.
text continues below terus teks di bawah

Associated Obsessive Disorders. Certain other disorders that may be part of, or strongly associated with, the OCD spectrum include the following: Obsesif Associated Disorders. Tertentu gangguan lain yang mungkin menjadi bagian dari, atau sangat terkait dengan, spektrum OCD meliputi:
• Body dysmorphic disorder (BDD). Dysmorphic tubuh disorder (BDD). In BDD, people are obsessed with the belief that they are ugly, or part of their body is abnormally shaped. Dalam BDD, orang-orang terobsesi dengan keyakinan bahwa mereka jelek, atau bagian dari tubuh mereka berbentuk normal.
• Trichotillomania. Trikotilomania. People with trichotillomania continually pull their hair, leaving bald patches. Orang dengan trikotilomania terus menarik rambut mereka, meninggalkan bercak botak.
• Tourette syndrome. Tourette sindrom. Symptoms of Tourette syndrome include jerky movements, tics, and uncontrollably uttering obscene words. Gejala sindrom Tourette termasuk gerakan dendeng, dasi, dan tak terkendali mengucapkan kata-kata cabul.
Obsessive-Compulsive Personality. OCD should not be confused with obsessive-compulsive personality , which defines certain character traits (eg, being a perfectionist, excessively conscientious, morally rigid, or preoccupied with rules and order). Obsesif-Kompulsif Kepribadian. OCD tidak boleh dikacaukan dengan kepribadian obsesif-kompulsif, yang mendefinisikan karakter tertentu (misalnya, menjadi perfeksionis, terlalu teliti, moral kaku, atau sibuk dengan aturan dan ketertiban). These traits do not necessarily occur in people with obsessive-compulsive disorder . Ciri-ciri ini tidak selalu terjadi pada orang dengan obsesif-kompulsif.
Post-Traumatic Stress Disorder Post-Traumatic Stress Disorder
Post-traumatic stress disorder (PTSD) is a severe, persistent emotional reaction to a traumatic event that severely impairs one's life. Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah parah, emosional gigih reaksi terhadap peristiwa traumatik yang sangat merusak kehidupan seseorang. It is classified as an anxiety disorder because of its symptoms. Hal ini diklasifikasikan sebagai gangguan kecemasan karena gejala. Not every traumatic event leads to PTSD, however. Tidak semua peristiwa traumatik menyebabkan PTSD, namun. There are two criteria that must be present to qualify for a diagnosis of PTSD: Ada dua kriteria yang harus hadir untuk memenuhi syarat untuk diagnosis PTSD:
• The patient must have directly experienced, witnessed, or learned of a life-threatening or seriously injurious event. Pasien harus memiliki secara langsung dialami, disaksikan, atau belajar dari kehidupan-mengancam atau merugikan serius acara.
• The patients' response is intense fear, helplessness, or horror. Pasien Respon intens rasa takut, tidak berdaya, atau kengerian. Children may behave with agitation or with disorganized behavior. Anak-anak dapat berperilaku dengan agitasi atau dengan perilaku tidak teratur.
Triggering Events. PTSD is triggered by violent or traumatic events that are usually outside the normal range of human experience. Acara memicu. PTSD dipicu oleh kekerasan atau peristiwa traumatik yang biasanya di luar kisaran normal pengalaman manusia. There is some evidence that events most likely to trigger PTSD are those that involve deliberate and destructive behavior (eg, murder, rape) and those that are prolonged or physically challenging. Ada beberapa bukti bahwa kejadian-kejadian yang paling mungkin untuk memicu PTSD adalah mereka yang melibatkan perilaku yang disengaja dan merusak (misalnya, pembunuhan, perkosaan) dan mereka yang berkepanjangan atau menantang secara fisik. The event can also be a natural disaster. Acara ini juga bisa menjadi bencana alam. Such events include, but are not limited to, experiencing or witnessing sexual assaults, accidents, combat, natural disasters (such as earthquakes), or unexpected deaths of loved ones. Peristiwa semacam itu meliputi, tetapi tidak terbatas pada, mengalami atau menyaksikan serangan seksual, kecelakaan, pertempuran, bencana alam (seperti gempa bumi), atau tidak terduga kematian orang yang dicintai. PTSD may also occur in people who have serious illness and receive aggressive treatments or who have close family members or friends with such conditions. PTSD dapat juga terjadi pada orang yang memiliki penyakit serius dan menerima perawatan yang agresif atau yang memiliki anggota keluarga dekat atau teman-teman dengan kondisi seperti itu.
Symptoms of PTSD. There are three basic sets of symptoms associated with PTSD. Gejala PTSD. Ada tiga set dasar gejala PTSD. They may begin immediately after the event or can develop up to a year afterward: Mereka mungkin mulai segera setelah kejadian atau dapat mengembangkan sampai satu tahun sesudahnya:
• Re-experiencing. Re-mengalami. In such cases, patients persistently re-experience the trauma in at least one of the following ways: in recurrent images, thoughts, flashbacks, dreams, or feelings of distress at situations that remind them of the traumatic event. Dalam kasus tersebut, pasien terus-menerus mengalami kembali trauma dalam setidaknya salah satu dari cara berikut: di gambar berulang, pikiran, kilas balik, mimpi, atau perasaan tertekan situasi yang mengingatkan mereka tentang peristiwa traumatik. Children may engage in play, in which traumatic events are enacted repeatedly. Anak-anak mungkin terlibat dalam bermain, di mana peristiwa-peristiwa traumatis diundangkan berulang kali.
• Avoidance. Penghindaran. Patients may avoid reminders of the event, such as thoughts, people, or any other factors that trigger recollection. Pasien mungkin menghindari pengingat acara, seperti pikiran, orang, atau faktor-faktor lain yang memicu ingatan. They tend to have an emotional numbness, a sense of being in a daze or of losing contact with their own identity or even external reality. Mereka cenderung memiliki mati rasa emosional, kesadaran berada dalam keadaan linglung atau kehilangan kontak dengan identitas mereka sendiri atau bahkan realitas eksternal. They may be unable to remember important aspects of the event. Mereka mungkin tidak dapat mengingat aspek penting dari acara.
• Increased Arousal. Meningkatkan Gairah. This includes symptoms of anxiety or heightened awareness of danger (sleeplessness, irritability, being easily startled, or becoming overly vigilant to unknown dangers). Ini termasuk gejala kecemasan atau kesadaran bahaya (sulit tidur, lekas marah, yang mudah terkejut, atau menjadi terlalu waspada untuk diketahui bahaya).
To further qualify for a diagnosis of PTSD, patients must have at least one symptom in the re-experiencing category, three avoidance symptoms, and two arousal symptoms. Untuk lebih memenuhi syarat untuk diagnosis PTSD, pasien harus memiliki minimal satu gejala dalam kategori mengalami kembali, tiga menghindari gejala, dan dua gejala gairah. Symptoms are chronic (3 months or more). Gejala kronis (3 bulan atau lebih). Symptoms should also not be associated with alcohol, medications, or drugs and should not be intensifications of a pre-existing psychological disorder. Gejala juga tidak boleh dikaitkan dengan alkohol, obat-obatan, atau obat-obatan dan tidak boleh intensifications dari pra-ada gangguan psikologis.
Acute Stress Disorder. Experts have identified a syndrome called acute stress disorder, in which symptoms of PTSD occur within 2 days to 4 weeks after the traumatic event. Stres akut Disorder. Para ahli telah mengidentifikasi sindrom yang disebut gangguan stres akut, di mana gejala-gejala PTSD terjadi dalam waktu 2 hari sampai 4 minggu setelah peristiwa traumatik. Acute stress disorder can accurately identify up to 94% of victims at risk for PTSD. Gangguan stres akut dapat secara akurat mengidentifikasi hingga 94% dari korban yang beresiko PTSD. Between 50 - 80% of these patients actually develop the more chronic and serious disorder. Antara 50 - 80% dari pasien ini benar-benar mengembangkan lebih kronis dan gangguan serius. In other words, it is very sensitive for identification of those at highest danger for PTSD but less successful in determining specifically who will or will not recover emotionally. Dengan kata lain, sangat sensitif bagi orang-orang di identifikasi bahaya tertinggi untuk PTSD tetapi kurang berhasil dalam menentukan secara spesifik yang akan atau tidak akan pulih secara emosional.
Long-Term Outlook. The long-term impact of a traumatic event is uncertain. Long-Term Outlook. Jangka panjang dampak dari peristiwa traumatis tidak pasti. In one study of people who survived a mass killing spree in Texas, less than half of those who suffered PTSD (28% of all survivors) had recovered after a year. Dalam sebuah penelitian orang-orang yang selamat dari pembunuhan massal di Texas, kurang dari setengah dari mereka yang menderita PTSD (28% dari semua yang selamat) sudah pulih setelah satu tahun. In another study, PTSD became chronic in 46% of the subjects. Dalam studi lain, PTSD menjadi kronis pada 46% dari subyek. In fact, PTSD may cause physical changes in the brain, and in some cases the disorder can last a lifetime. Bahkan, PTSD dapat menyebabkan perubahan fisik di otak, dan dalam beberapa kasus, gangguan dapat berlangsung seumur hidup.
Separation Anxiety Disorder Separation Anxiety Disorder
Separation anxiety disorder almost always occurs in children. Separation anxiety disorder hampir selalu terjadi pada anak-anak. It is suspected in children who are excessively anxious about separation from important family members or from home. Diduga pada anak-anak yang terlalu cemas tentang perpisahan dari anggota keluarga penting atau dari rumah. For a diagnosis of separation anxiety disorder, the child should also exhibit at least three of the following symptoms for at least 4 weeks: Untuk diagnosis gangguan kecemasan perpisahan, anak juga harus menunjukkan setidaknya tiga dari gejala berikut selama sedikitnya 4 minggu:
• Extreme distress from either anticipating or actually being away from home or being separated from a parent or other loved one Extreme kesusahan baik dari mengantisipasi atau benar-benar berada jauh dari rumah atau berpisah dari orang tua atau kekasih lain
• Extreme worry about losing or about possible harm befalling a loved one Extreme khawatir mengenai kemungkinan kehilangan atau kerugian yang menimpa orang yang dicintai
• Intense worry about getting lost, being kidnapped, or otherwise separated from loved ones Intens khawatir tentang mendapatkan hilang, karena diculik, atau dipisahkan dari orang-orang terkasih
• Frequent refusal to go to school or to sleep away from home Sering penolakan untuk pergi ke sekolah atau tidur jauh dari rumah
• Physical symptoms such as headache, stomach ache, or even vomiting, when faced with separation from loved ones Gejala fisik seperti sakit kepala, sakit perut, atau bahkan muntah-muntah, ketika dihadapkan dengan pemisahan dari orang-orang terkasih
Separation anxiety often disappears as the child grows older, but if not addressed, it may lead to panic disorder, agoraphobia, or combinations of anxiety disorders. Pemisahan kecemasan sering menghilang ketika anak tumbuh lebih tua, tetapi jika tidak ditangani, hal itu dapat mengakibatkan gangguan panik, agoraphobia, atau kombinasi dari gangguan kecemasan.
The Brain's Response to a Threat Otak Respon untuk Ancaman
The best way to envision the brain's response to a threat is to imagine a primal situation, such as being chased by a bear. Cara terbaik untuk membayangkan respons otak terhadap ancaman adalah membayangkan situasi yang mendasar, seperti sedang dikejar oleh beruang.
The Brain's Response to Acute Stress The Brain's Response to Akut Stres
In response to seeing the bear, a part of the brain called the hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) system is activated. Dalam menanggapi melihat beruang, bagian dari otak yang disebut hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) sistem diaktifkan.
Release of Steroid Hormones and the Stress Hormone Cortisol. The HPA systems trigger the production and release of steroid hormones ( glucocorticoids ), including the primary stress hormone cortisol . Hormon steroid rilis Stres dan Hormon Kortisol. Para Sistem HPA memicu produksi dan pelepasan hormon steroid (Glukokortikoid), termasuk hormon stres primer cortisol. Cortisol is very important in marshaling systems throughout the body (including the heart, lungs, circulation, metabolism, immune systems, and skin) to deal quickly with the bear. Kortisol sangat penting dalam sistem marshaling seluruh tubuh (termasuk jantung, paru-paru, sirkulasi, metabolisme, sistem kekebalan tubuh, dan kulit) untuk menangani dengan cepat dengan beruang.
Release of Catecholamines and Activation of the Amygdala. The HPA system also releases certain neurotransmitters (chemical messengers) called catecholamines , particularly those known as dopamine , norepinephrine , and epinephrine (also called adrenaline). Pelepasan katekolamin dan aktivasi dari Amigdala. Para Sistem HPA juga melepaskan neurotransmitter tertentu (kimia rasul-rasul) yang disebut katekolamin, terutama yang dikenal sebagai dopamin, norepinefrin, dan epinefrin (juga disebut adrenalin).
Catecholamines activate the amygdala , a small structure deep in the brain, which regulates control of major emotional activities, including anxiety, depression, aggression, and affection. Katekolamin mengaktifkan amigdala, suatu struktur kecil jauh di dalam otak, yang mengatur pengendalian kegiatan emosional besar, termasuk kecemasan, depresi, agresi, dan kasih sayang. In fact, the amygdala is sometimes known as the "fear" center. Bahkan, amigdala kadang-kadang dikenal sebagai "ketakutan" center.
Effects on Long- and Short Term Memory. During the stressful event, catecholamines also suppress activity in areas at the front of the brain concerned with short-term memory, concentration, inhibition, and rational thought. Efek di Long-dan Short Term Memory. Selama acara stres, katekolamin juga menekan aktivitas di daerah-daerah di bagian depan otak berkaitan dengan memori jangka pendek, konsentrasi, hambatan, dan pemikiran rasional. This sequence of mental events allows a person to react quickly to the bear, either to fight or to flee from it. Rangkaian peristiwa mental yang memungkinkan seseorang untuk bereaksi dengan cepat ke beruang, baik untuk melawan atau melarikan diri dari itu. (It also hinders the ability to handle complex social or intellectual tasks and behaviors during that time.) (Ini juga menghalangi kemampuan untuk menangani atau intelektual sosial yang kompleks tugas dan perilaku selama waktu itu.)
On the other hand, neurotransmitters at the same time signal the hippocampus (a nearby area in the brain) to store the emotionally loaded experience in long-term memory. Di sisi lain, neurotransmiter pada saat yang sama sinyal hippocampus (area dekat di otak) untuk menyimpan secara emosional pengalaman dimuat dalam memori jangka panjang. In primitive times, this brain action would have been essential for survival, since long-lasting memories of dangerous stimuli (ie, the large bear) would be critical for avoiding such threats in the future. Pada zaman primitif, tindakan otak ini pasti sudah sangat penting untuk kelangsungan hidup, karena tahan lama kenangan rangsangan berbahaya (misalnya, beruang besar) akan menjadi kritis untuk menghindari ancaman tersebut di masa depan.
Response by the Heart, Lungs, and Circulation to Acute Stress Respon oleh Hati, Paru-paru, dan Sirkulasi untuk akut Stres
The stress response also affects the heart, lungs, and circulation: Respons stres juga mempengaruhi jantung, paru-paru, dan sirkulasi:
• As the bear comes closer, the heart rate and blood pressure increase instantaneously. Seperti beruang datang mendekat, detak jantung dan tekanan darah meningkat secara instan.
• Breathing becomes rapid and the lungs take in more oxygen. Pernapasan menjadi cepat dan paru-paru mengambil lebih banyak oksigen.
• The spleen discharges red and white blood cells, allowing the blood to transport more oxygen throughout the body. Pembuangan limpa merah dan sel darah putih, memungkinkan darah mengangkut lebih banyak oksigen ke seluruh tubuh. Blood flow may actually increase 300 - 400%, priming the muscles, lungs, and brain for added demands. Aliran darah mungkin benar-benar meningkatkan 300-400%, cat dasar otot, paru-paru, dan otak untuk menambahkan tuntutan.
The Immune System's Response to Acute Stress The Immune System's Response to Akut Stres
The effect on the immune system from confrontation with the bear is similar to marshaling a defensive line of soldiers to potentially critical areas. Efek pada sistem kekebalan tubuh dari konfrontasi dengan beruang mirip dengan marshaling garis pertahanan tentara untuk secara potensial kritis. The steroid hormones dampen parts of the immune system, so that specific infection fighters (including important white blood cells) or other immune molecules can be redistributed. Hormon-hormon steroid mengurangi bagian dari sistem kekebalan, sehingga infeksi tertentu pejuang (termasuk sel-sel darah putih penting) atau molekul kekebalan dapat didistribusikan. These immune-boosting troops are sent to the body's front lines where injury or infection is most likely, such as the skin, the bone marrow, and the lymph nodes. Meningkatkan imunitas ini pasukan akan dikirim ke tubuh garis depan tempat cedera atau infeksi yang paling mungkin, seperti kulit, sumsum tulang, dan kelenjar getah bening.
The Acute Response in the Mouth and Throat Respon yang akut pada Mulut dan Tenggorokan
As the bear gets closer, fluids are diverted from nonessential locations, including the mouth. Ketika beruang mendekat, cairan yang dialihkan dari lokasi yang tidak penting, termasuk mulut. This causes dryness and difficulty in talking. Hal ini menyebabkan kekeringan dan kesulitan dalam berbicara. In addition, stress can cause spasms of the throat muscles, making it difficult to swallow. Selain itu, stres dapat menyebabkan kejang otot tenggorokan, sehingga sulit untuk menelan.
The Skin's Response to Acute Stress Kulit's Response to Akut Stres
The stress effect diverts blood flow away from the skin to support the heart and muscle tissues. Efek stres mengalihkan aliran darah menjauh dari kulit untuk mendukung jantung dan jaringan otot. (This also reduces blood loss in the event that the bear catches up.) The physical effect is a cool, clammy, sweaty skin. (Hal ini juga mengurangi kehilangan darah dalam hal menangkap beruang up.) Efek fisik yang dingin, berkeringat, kulit berkeringat. The scalp also tightens so that the hair seems to stand up. Juga mengencangkan kulit kepala sehingga rambut tampak berdiri.
Metabolic Response to Acute Stress Respon untuk metabolik akut Stres
Stress shuts down digestive activity, a nonessential body function during short-term periods of physical exertion or crisis. Stres menutup bawah aktivitas pencernaan, fungsi tubuh yang tidak penting selama periode jangka pendek dari pengerahan tenaga fisik atau krisis.
The Relaxation Response: the Resolution of Acute Stress The Relaxation Response: Resolusi-gejala Stres
Once the threat has passed and the effect has not been harmful (the bear has not eaten or seriously wounded the human), the stress hormones return to normal. Setelah ancaman telah berlalu dan efek belum berbahaya (beruang telah tidak makan atau terluka parah manusia), hormon stres kembali normal. This is known as the relaxation response. In turn, the body's systems also normalize. Hal ini dikenal sebagai respons relaksasi. Pada gilirannya, sistem tubuh juga menormalkan.

Penyebab

A person's genetics, biochemistry, environment, history, and psychological profile all seem to contribute to the development of anxiety disorders. Seseorang genetika, biokimia, lingkungan, sejarah, dan profil psikologis semua tampaknya berkontribusi terhadap perkembangan gangguan kecemasan. Most people with these disorders seem to have a biological vulnerability to stress, making them more susceptible to environmental stimuli than the rest of the population. Kebanyakan orang dengan gangguan ini tampaknya memiliki kerentanan biologis terhadap stres, membuat mereka lebih rentan terhadap rangsangan lingkungan dari seluruh penduduk.
Biochemical Factors Faktor-faktor biokimia
Abnormalities in the Brain. Scientists are using imaging techniques, particularly magnetic resonance imaging (MRI), to identify different areas of the brain associated with anxiety responses. Kelainan di Otak. Para ilmuwan menggunakan teknik pencitraan, terutama Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk mengidentifikasi daerah-daerah berbeda di otak yang berkaitan dengan kecemasan tanggapan.

An MRI (magnetic resonance imaging) of the brain creates a detailed image of the complex structures in the brain. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dari otak menciptakan gambaran rinci struktur kompleks di dalam otak. An MRI can give a three-dimensional depiction of the brain, making location of problems such as tumors or aneurysms more precise. MRI dapat memberikan gambaran tiga dimensi otak, membuat masalah lokasi seperti tumor atau aneurisma yang lebih tepat.
text continues below terus teks di bawah

Important research in anxiety disorders is focusing on changes in the amygdala , which is sometimes referred to as the "fear center." Penelitian penting dalam gangguan kecemasan berfokus pada perubahan dalam amigdala, yang kadang-kadang disebut sebagai "pusat rasa takut." This part of the brain regulates fear, memory, and emotion and coordinates these resources with heart rate, blood pressure, and other physical responses to stressful events. Ini bagian dari otak mengatur rasa takut, memori, dan emosi dan berkoordinasi sumber daya ini dengan denyut jantung, tekanan darah, dan lain tanggapan fisik stres. Some evidence suggests that the amygdala in people with anxiety disorders is highly sensitive to novel or unfamiliar situations and reacts with a high stress response. Beberapa bukti menunjukkan bahwa amigdala pada orang dengan gangguan kecemasan sangat sensitif terhadap novel atau situasi asing dan bereaksi dengan respons stres yang tinggi.
Obsessive-compulsive disorder (OCD) is the anxiety disorder most strongly associated with specific brain dysfunction. Obsesif-kompulsif (OCD) adalah gangguan kecemasan yang paling kuat terkait dengan disfungsi otak tertentu. For example, abnormalities in a specific pathway of nerves have been linked to OCD, attention deficit disorder, and Tourette's syndrome. Misalnya, kelainan pada jalur tertentu saraf telah dikaitkan dengan OCD, gangguan defisit perhatian, dan Tourette's syndrome. The symptoms of the three disorders are similar and they often coexist. Gejala dari ketiga gangguan serupa dan mereka sering hidup berdampingan.
A number of imaging studies have reported less volume in the hippocampus in people with post-traumatic stress disorder. Sejumlah penelitian telah melaporkan pencitraan kurang volume pada hipokampus pada orang dengan post-traumatic stress disorder. This important region is related to emotion and memory storage. Wilayah penting ini berkaitan dengan emosi dan memori penyimpanan.
Neurotransmitters. Studies suggest that an imbalance of certain substances called neurotransmitters (chemical messengers in the brain) may contribute to anxiety disorders. Neurotransmiter. Penelitian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan zat tertentu yang disebut neurotransmitter (pembawa pesan kimia di dalam otak) dapat menyebabkan gangguan kecemasan. The neurotransmitters targeted in anxiety disorders are gamma-aminobutyric acid (GABA), serotonin, dopamine, and epinephrine. Neurotransmitter ditargetkan dalam kecemasan gangguan aminobutyric gamma-asam (GABA), serotonin, dopamin, dan epinefrin. Serotonin appears to be specifically important in feelings of well-being, and deficiencies are highly related to anxiety and depression. Serotonin tampaknya secara khusus perasaan penting dalam kesejahteraan, dan kekurangan sangat berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
Contoh temuan studi pada beberapa neurotransmitter adalah:
• Abnormalities in the neurotransmitters gamma-aminobutyric acid (GABA) and serotonin may have a particular role in susceptibility to generalized anxiety disorder. Kelainan pada neurotransmiter aminobutyric gamma-asam (GABA) dan serotonin mungkin memiliki peran tertentu dalam kerentanan terhadap gangguan kecemasan umum. GABA helps prevent nerve cells from over-firing and serotonin is a brain chemical important in feelings of well-being. GABA membantu mencegah sel-sel saraf dari atas-menembak dan serotonin adalah zat kimia otak perasaan penting dalam kesejahteraan.
• Serotonin is a major player in OCD. Serotonin adalah pemain utama dalam OCD.
• Changes in serotonin and dopamine have been observed in social phobia. Perubahan dalam serotonin dan dopamin telah diamati dalam fobia sosial.
• People with post-traumatic stress disorder have abnormalities in stress hormones (cortisol) and neurotransmitters associated with stress (epinephrine and norepinephrine). Orang dengan post-traumatic stress disorder memiliki kelainan pada hormon stres (kortisol) dan neurotransmiter yang terkait dengan stres (epinefrin dan norepinefrin). Such imbalances could account for the higher anxiety levels and a tendency to startle easily after a threat in people with PTSD. Ketidakseimbangan seperti itu dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang lebih tinggi dan cenderung mudah terkejut setelah ancaman pada orang dengan PTSD.
text continues below terus teks di bawah

Corticotropin-releasing factor (CRF), which is believed to be a stress hormone and a neurotransmitter, is thought to be involved in depression and anxiety by causing changes in serotonin levels. Kortikotropin-releasing factor (CRF), yang diyakini menjadi stres hormon dan neurotransmiter, diduga terlibat dalam depresi dan kecemasan dengan menyebabkan perubahan dalam kadar serotonin.
Abnormalities in Breathing Functions. Many people, including children, with anxiety disorders are very sensitive to the effects of carbon dioxide (CO2). Kelainan Fungsi Pernapasan. Banyak orang, termasuk anak-anak, dengan gangguan kecemasan sangat sensitif terhadap efek karbon dioksida (CO2). These people generally have higher than normal levels of cortisol -- the major stress hormone. Orang-orang ini umumnya memiliki lebih tinggi dari tingkat normal kortisol - hormon stres utama. In such cases, exposure to excessive CO2 causes these individuals to hyperventilate , in which their breathing becomes rapid and their heart rate quickens. Dalam kasus tersebut, paparan CO2 yang berlebihan menyebabkan individu tersebut untuk hiperventilasi, di mana napas mereka menjadi cepat dan mempercepat denyut jantung mereka. The same response also occurs during danger. Tanggapan yang sama juga terjadi selama bahaya. Over time, then, a series of such responses creates a pattern of impaired breathing and a sense of panic that evolves into a full-fledged anxiety disorder. Seiring waktu, lalu, serangkaian tanggapan tersebut menciptakan pola gangguan pernapasan dan rasa panik yang berkembang menjadi penuh gangguan kecemasan. Since CO2 is released from the lungs when people exhale, the condition may be aggravated in crowded spaces, such as airplanes or elevators. Karena CO2 dilepaskan dari paru-paru ketika orang menghembuskan napas, kondisi dapat diperburuk dalam ruang penuh sesak, seperti pesawat atau lift.
Genetic Factors Faktor-faktor genetik
Up to 50% of people with panic disorder and 40% of patients with generalized anxiety (GAD) have close relatives with the disorder. Sampai dengan 50% dari orang-orang dengan gangguan panik dan 40% dari pasien dengan kecemasan umum (GAD) memiliki kerabat dekat dengan gangguan. (About half of GAD patients also have family members with panic disorder, and about 30% have relatives with simple phobias.) One study reported the risk for inheriting a major phobia ranges from 25 - 37%. (Sekitar setengah dari pasien GAD juga memiliki anggota keluarga dengan gangguan panik, dan sekitar 30% mempunyai saudara dengan fobia sederhana.) Sebuah studi melaporkan risiko mewarisi fobia utama berkisar 25-37%.
Obsessive-compulsive disorder (OCD) is also strongly related to a family history of the disorder. Obsesif-kompulsif (OCD) juga sangat terkait dengan sejarah keluarga dari gangguan. Close relatives of people with OCD are up to 9 times more likely to develop OCD themselves. Keluarga dekat orang dengan OCD adalah sampai 9 kali lebih mungkin untuk mengembangkan OCD sendiri. Researchers are making progress in identifying specific genetic factors that might contribute to an inherited risk. Para peneliti sedang membuat kemajuan dalam mengidentifikasi faktor-faktor genetik spesifik yang mungkin berkontribusi terhadap risiko yang diwariskan. Of particular interest are genes that regulate specific neurotransmitters (brain chemical messengers), including serotonin and glutamate. Yang menarik adalah gen yang mengatur neurotransmiter spesifik (kimia otak rasul-rasul), termasuk serotonin dan glutamat. In 2006, several important studies in the Archives of General Psychiatry suggested that the SLC1A1 gene, which is associated with glutamate regulation, may play an important role in early-onset OCD in boys. Pada tahun 2006, beberapa studi penting dalam Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa SLC1A1 gen, yang berhubungan dengan peraturan glutamat, mungkin memainkan peranan penting di awal-awal OCD pada anak laki-laki. Research is also pinpointing regions on specific chromosomes (1, 3, 7, 6, 9, 15) that may contain genes linked to OCD. Penelitian ini juga penentuan daerah di kromosom tertentu (1, 3, 7, 6, 9, 15) mengandung gen yang mungkin berhubungan dengan OCD.
Dinamika Keluarga
The influence of the family on anxiety is complicated by both genetic and psychological factors. Pengaruh keluarga pada kecemasan adalah rumit oleh genetik dan faktor psikologis.
Panic Disorder and Family Influence. Certain psychodynamic theories suggest, and a few studies support the idea, that some people may develop panic disorder if they cannot resolve the early childhood conflict of dependence vs. independence. Panic Disorder dan Keluarga Pengaruh. Tertentu teori-teori psikodinamik menunjukkan, dan beberapa penelitian mendukung gagasan, bahwa beberapa orang dapat mengembangkan gangguan panik jika mereka tidak dapat menyelesaikan konflik anak usia dini ketergantungan vs kemerdekaan. In one study, for example, young adults who had experienced childhood anxiety were more likely to live with their parents until their early to mid-twenties. Dalam sebuah studi, misalnya, orang dewasa muda yang mengalami kecemasan masa kanak-kanak lebih mungkin untuk tinggal bersama orang tua mereka sampai mereka awal hingga pertengahan dua puluhan. Many people with panic disorder perceive their parents as being extremely controlling and overly protective while showing little actual affection. Banyak orang dengan gangguan panik melihat orangtua mereka sebagai sangat mengontrol dan terlalu protektif sementara sebenarnya sedikit menunjukkan kasih sayang.
text continues below terus teks di bawah

Phobias and Family Influence. Several studies show a strong correlation between a parent's fears and those of the offspring. Pengaruh fobia dan Keluarga. Beberapa studi menunjukkan korelasi yang kuat antara orangtua ketakutan dan orang-orang keturunan. Although an inherited trait may be present, some researchers believe that many children can "learn" fears and phobias, just by observing a parent or loved one's phobic or fearful reaction to an event. Meskipun sifat yang diturunkan mungkin ada, beberapa peneliti percaya bahwa banyak anak-anak bisa "belajar" rasa takut dan fobia, hanya dengan mengamati orang tua atau mencintai seseorang fobia atau takut reaksi terhadap suatu kejadian. People who have social phobias and severe agoraphobia generally report less parental affection and more strictness, overprotection, and encouragement of dependence than those without these disorders. Orang yang memiliki fobia sosial dan agoraphobia parah laporan umumnya kurang kasih sayang orang tua dan lebih strictness, overprotection, dan dorongan dari ketergantungan daripada mereka yang tidak memiliki gangguan ini. One 2000 study found similar traits in parents of children with social phobias. Suatu 2000 studi menemukan ciri-ciri serupa orangtua anak-anak dengan fobia sosial. Such parents were also likely to have social phobias and depression. Orangtua semacam itu juga cenderung memiliki fobia sosial dan depresi.
Obsessive-Compulsive Disorder and Family Influence. One study found that parental influence played no part in obsessive-compulsive disorder if the OCD patient was also not suffering from depression. Obsesif-Compulsive Disorder dan Keluarga Pengaruh. Satu studi menemukan bahwa pengaruh orang tua tidak memainkan bagian dalam obsesif-kompulsif jika pasien OCD juga tidak menderita depresi. However, depression coexists in two-thirds of OCD patients, and in the study patients who had both OCD and depression reported lower levels of parental care and overprotectiveness. Namun, depresi berdampingan dalam dua-pertiga dari pasien OCD, dan dalam studi pasien yang kedua OCD dan depresi melaporkan tingkat yang lebih rendah dan overprotectiveness pengasuhan.
Traumatic Events Traumatis Events
Traumatic events generally trigger anxiety disorders in individuals who are susceptible to them because of psychological, genetic, or biochemical factors. Peristiwa traumatik biasanya memicu gangguan kecemasan pada individu yang rentan terhadap mereka karena psikologis, genetik, atau faktor-faktor biokimia. The clearest example is post-traumatic stress disorder. Contoh yang paling jelas adalah pasca-traumatic stress disorder. Specific traumatic events in childhood, particularly those that threaten family integrity, such as spousal or child abuse, can also lead to other anxiety and emotional disorders. Peristiwa traumatik tertentu di masa kanak-kanak, terutama mereka yang mengancam integritas keluarga, seperti suami-istri atau pelecehan anak, dapat juga menyebabkan kecemasan lain dan gangguan emosional. Some individuals may even have a biological propensity for specific phobias, for instance of spiders or snakes, that have been triggered and perpetuated after a single exposure. Beberapa individu mungkin bahkan memiliki kecenderungan biologis untuk fobia spesifik, misalnya laba-laba atau ular, yang telah memicu dan mengabadikan setelah satu eksposur.
Medical Conditions Kondisi medis
Although no causal relationships have been established, certain medical conditions have been associated with panic disorder. Walaupun tidak ada hubungan kausal telah dibentuk, kondisi-kondisi medis tertentu telah dikaitkan dengan gangguan panik. They include migraines, obstructive sleep apnea, mitral valve prolapse, irritable bowel syndrome, chronic fatigue syndrome, and premenstrual syndrome. Mereka termasuk migrain, apnea tidur obstruktif, mitral valve prolapse, sindrom iritasi usus, sindrom kelelahan kronis, dan sindrom pramenstruasi.
PANDAS Panda
The acronym PANDAS (Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorders Associated with Streptococcus) is a term for an autoimmune condition associated with group A streptococcal infection in children (the cause of "strep throat" and rheumatic fever). Singkatan panda (Pediatric autoimmune Neuropsychiatric Gangguan Sehubungan dengan Streptococcus) adalah sebuah istilah untuk suatu kondisi autoimun terkait dengan infeksi streptokokus grup A pada anak-anak (yang menyebabkan "radang tenggorokan" dan demam rematik). Children with PANDAS develop tic-related disorders, including OCD and Tourette's syndrome. Anak-anak dengan mengembangkan panda tic-kelainan yang terkait, termasuk OCD dan Tourette's syndrome. In such cases, the OCD symptoms develop abruptly soon after the infection. Dalam kasus tersebut, gejala OCD tiba-tiba segera setelah infeksi. It is unlikely to be an important cause of OCD. Hal ini tidak mungkin menjadi penyebab penting OCD.
Faktor Risiko

As many as 25% of all American adults experience intense anxiety at sometime in their lives. Sebanyak 25% dari seluruh orang dewasa Amerika mengalami kecemasan yang intens pada suatu waktu dalam hidup mereka. The prevalence of true anxiety disorders is much lower, although they are still the most common psychiatric conditions in the United States and affect more than 20 million Americans. Prevalensi gangguan kecemasan sejati jauh lebih rendah, meskipun mereka masih dalam kondisi kejiwaan yang paling umum di Amerika Serikat dan mempengaruhi lebih dari 20 juta orang Amerika.
Gender. With the exception of obsessive-compulsive disorder (OCD) and possibly social anxiety, women have twice the risk for most anxiety disorders as men. Gender. Dengan pengecualian obsesif-kompulsif (OCD) dan mungkin kecemasan sosial, perempuan memiliki risiko dua kali untuk sebagian besar gangguan kecemasan sebagai laki-laki. A number of factors may increase the reported risk in women, including hormonal factors, cultural pressures to meet everyone else's needs except their own, and fewer self-restrictions on reporting anxiety to doctors. Sejumlah faktor dapat meningkatkan risiko dilaporkan pada wanita, termasuk faktor hormon, tekanan budaya untuk memenuhi kebutuhan orang lain kecuali mereka sendiri, dan lebih sedikit pembatasan diri pada kecemasan pelaporan ke dokter.
text continues below terus teks di bawah

Age. In general, phobias, OCD and separation anxiety show up early in childhood, while social phobia and panic disorder are often diagnosed during the teen years. Umur. Secara umum, fobia, OCD dan pemisahan kecemasan muncul di awal masa kanak-kanak, sedangkan fobia sosial dan gangguan panik sering didiagnosis selama masa remaja. Studies suggest that 3 - 5% of children and adolescents have some anxiety disorder. Studi menunjukkan bahwa 3 - 5% dari anak-anak dan remaja memiliki beberapa gangguan kecemasan. Indeed, this may be an underestimation, particularly since symptoms in children may differ from those in adults. Memang, ini mungkin merupakan meremehkan, terutama karena gejala pada anak-anak mungkin berbeda dari yang pada orang dewasa. One study indicated that if such children could be identified as early as 2 years of age they possibly could be treated to avoid later anxiety disorders. Satu studi menunjukkan bahwa jika anak-anak tersebut dapat diidentifikasi sedini usia 2 tahun, mereka mungkin dapat diperlakukan untuk menghindari gangguan kecemasan kemudian.
Personality Factors. Children's personalities may indicate higher or lower risk for future anxiety disorders. Faktor kepribadian. Anak kepribadian mungkin menunjukkan risiko lebih tinggi atau lebih rendah untuk masa depan gangguan kecemasan. For example, research suggests that extremely shy children and those likely to be the target of bullies are at higher risk for developing anxiety disorders later in life. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sangat pemalu dan orang-orang cenderung menjadi target pengganggu berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan gangguan kecemasan di kemudian hari. Children who cannot tolerate uncertainty tend to be worriers, a major predictor of generalized anxiety. Anak-anak yang tidak dapat mentoleransi ketidakpastian cenderung pengkhawatir, prediktor utama kecemasan umum. In fact, such traits may be biologically based and due to a hypersensitive amygdala -- the "fear center" in the brain. Bahkan, ciri tersebut mungkin didasarkan secara biologis dan karena hipersensitif amigdala - di "pusat ketakutan" di otak.
Family History and Dynamics. Anxiety disorders run in families. Keluarga Sejarah dan Dinamika. Kegelisahan gangguan berjalan dalam keluarga. Genetic factors play a role in some cases, but family dynamics and psychological influences are also often at work. Faktor genetik memainkan peran dalam beberapa kasus, tetapi dinamika keluarga dan pengaruh psikologis juga sering di tempat kerja. For example, in a 2002 study, toddlers tended to avoid rubber snakes or spiders if their mothers indicated a negative response to these objects by their facial expressions. Sebagai contoh, dalam studi tahun 2002, balita cenderung menghindari karet ular atau laba-laba kalau ibu mereka menunjukkan tanggapan negatif terhadap objek-objek ini dengan ekspresi wajah mereka. Girls had a stronger response than did boys. Gadis respons yang lebih kuat daripada anak laki-laki. Studies are reporting the anxiety in new mother can affect their infants. Studi melaporkan kecemasan ibu baru dapat mempengaruhi bayi mereka. One study reported a higher rate of crying and an impaired ability to adapt to new situations in infants of mothers who had been stressed and anxious during pregnancy. Satu studi melaporkan tingkat yang lebih tinggi menangis dan gangguan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru pada bayi dari ibu yang telah stres dan cemas selama kehamilan. In another, infants of mothers with panic disorder had higher levels of stress hormones and more sleep disturbances than other children. Lain, bayi dari ibu dengan gangguan panik memiliki tingkat stres yang lebih tinggi hormon dan gangguan tidur lebih banyak daripada anak-anak lain.
Faktor-faktor sosial dan Ekonomi. Beberapa studi melaporkan peningkatan yang signifikan pada tingkat kecemasan pada anak-anak dan mahasiswa dalam dua dekade dibandingkan dengan anak-anak di tahun 1950-an. In two 2000 studies, anxiety was associated with a lack of social connections and a sense of a more threatening environment. Dalam dua studi 2000, kecemasan dikaitkan dengan kurangnya hubungan sosial dan rasa yang lebih mengancam lingkungan.
It follows then, that more socially alienated populations would have higher levels of anxiety. Maka kemudian, bahwa lebih banyak penduduk terasing secara sosial yang lebih tinggi akan memiliki tingkat kecemasan. For example, a study of Mexican adults living in California reported that native-born Mexican Americans were three times more likely to have anxiety disorders (and even more likely to be depressed) as those who had recently immigrated to the US And the longer the immigrants lived in the US, the greater was their risk for psychiatric problems. Sebagai contoh, sebuah studi dari Meksiko orang dewasa yang tinggal di California melaporkan bahwa kelahiran asli Amerika Meksiko tiga kali lebih cenderung memiliki gangguan kecemasan (dan bahkan lebih mungkin menjadi depresi) sebagai orang-orang yang baru saja berimigrasi ke AS Dan lagi imigran tinggal di AS, semakin besar adalah resiko mereka untuk masalah kejiwaan. Traditional Mexican cultural effects and social ties, appear to protect recently arrived immigrants from mental illness, even when they are poor. Tradisional Meksiko efek budaya dan ikatan sosial, muncul untuk melindungi para imigran baru tiba dari penyakit mental, bahkan ketika mereka miskin. Eventually, however, the consequences of Americanization may lead to depression and anxiety, probably resulting from feelings of alienation and inferiority, not only in many Mexican Americans but also in other impoverished minority groups Akhirnya, bagaimanapun, konsekuensi dari Amerikanisasi dapat menyebabkan depresi dan kecemasan, mungkin dihasilkan dari keterasingan dan perasaan rendah diri, tidak hanya di banyak Meksiko Amerika, tetapi juga dalam kelompok-kelompok minoritas lain yang miskin
text continues below terus teks di bawah

Risk Factors for Generalized Anxiety (GAD) Faktor-faktor risiko untuk Generalized Anxiety (GAD)
GAD affects about 5% of Americans in the course of their lives and is more common in women than in men. GAD mempengaruhi sekitar 5% dari Amerika dalam perjalanan hidup mereka dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Some experts believe that it is underdiagnosed and more common than any other anxiety disorder. Beberapa ahli percaya bahwa itu terdiagnosis dan lebih umum daripada gangguan kecemasan lainnya. It is certainly the most common anxiety disorder among the elderly. Memang yang paling umum gangguan kecemasan di kalangan orang tua. GAD usually begins in childhood and often becomes a chronic ailment, particularly when left untreated. GAD biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dan sering menjadi penyakit kronis, terutama bila tidak diobati. Depression in adolescence may be a strong predictor of GAD in adulthood. Depresi pada masa remaja mungkin merupakan prediktor kuat GAD di masa dewasa. Depression commonly accompanies this anxiety disorder in any case. Depresi sering menyertai gangguan kecemasan ini dalam setiap kasus.
Risk Factors for Panic Disorder Faktor-faktor risiko untuk Panic Disorder
Age and Panic Disorder. Studies indicate that the prevalence of panic disorder among adults is between 1.6 - 2% and is much higher in adolescence, 3.5 - 9%. Umur dan Panic Disorder. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gangguan panik di kalangan orang dewasa adalah antara 1,6 - 2% dan jauh lebih tinggi di masa remaja, 3.5 - 9%. In one study, 18% of adult patients with panic disorder reported the onset of the disorder before 10 years of age. Dalam sebuah penelitian, 18% dari pasien dewasa dengan gangguan panik melaporkan terjadinya gangguan sebelum usia 10 tahun. In general, however, panic disorder tends to begin in late adolescence and peaks at around 25 years of age. Secara umum, bagaimanapun, gangguan panik cenderung dimulai di akhir masa remaja dan puncak gunung di sekitar 25 tahun.
Gender and Panic Disorder. Women have about twice the risk for panic disorder as men. Gender dan Panic Disorder. Wanita memiliki dua kali risiko gangguan panik dengan pria. Panic attacks are very common after menopause. Serangan panik sangat umum setelah menopause. In one study, nearly 18% of older women reported panic attacks within a 6-month period, with over half of these attacks being full-blown. Dalam satu penelitian, hampir 18% dari perempuan yang lebih tua melaporkan serangan panik dalam 6 bulan, dengan lebih dari setengah dari serangan tersebut menjadi besar-besaran. They tended to be associated with stressful life events and poor health. Mereka cenderung dikaitkan dengan peristiwa kehidupan stres dan kesehatan yang buruk. The effects of pregnancy on panic disorder appear to be mixed. Efek kehamilan pada gangguan panik muncul untuk dicampur. It seems to improve the condition in some women and worsen it in others. Tampaknya untuk memperbaiki kondisi di beberapa perempuan dan memburuk dalam diri orang lain.
Faktor-faktor risiko untuk Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
Obsessive-compulsive disorder occurs equally in men and women, and it affects about 2 - 3% of people over a lifespan. Obsesif-kompulsif sama-sama terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan itu mempengaruhi sekitar 2 - 3% dari orang-orang di atas umur. About 80% of people who develop OCD show signs of the disorder in childhood, although the disorder usually develops fully in adulthood. Sekitar 80% dari orang-orang yang mengembangkan OCD menunjukkan tanda-tanda dari gangguan dalam masa kanak-kanak, meskipun gangguan biasanya berkembang sepenuhnya di masa dewasa. The only group shown to be specifically at risk for OCD is women who have just given birth. Satu-satunya kelompok yang secara spesifik berisiko OCD adalah wanita yang baru saja melahirkan.
Risk Factors for Social Phobias Faktor-faktor risiko untuk Fobia Sosial
Social phobia is currently estimated to be the third most common psychiatric disorder in the US Studies have reported a prevalence of 7 - 12% in Western nations. Fobia sosial saat ini diperkirakan ketiga gangguan kejiwaan yang paling umum di Amerika Serikat Studi telah melaporkan prevalensi dari 7 - 12% di negara-negara Barat.
Age and Phobias. The onset of social anxiety disorder is usually in adolescence, although most people with this disorder are not diagnosed and do not receive treatment until or unless they develop an accompanying anxiety disorder. Usia dan Fobia. Onset gangguan kecemasan sosial biasanya pada masa remaja, meskipun kebanyakan orang-orang dengan gangguan ini tidak didiagnosis dan tidak menerima pengobatan sampai atau kecuali mereka mengembangkan suatu gangguan kecemasan yang menyertai.
text continues below terus teks di bawah

Gender and Phobias. Unlike their response to other emotional disorders, men are more likely than women to seek treatment for this disorder, probably because social phobias can interfere strongly with many jobs in white-collar professions. Gender dan Fobia. Tidak seperti tanggapan mereka terhadap gangguan emosional lainnya, kaum pria lebih mungkin dibandingkan perempuan untuk mencari pengobatan untuk gangguan ini, mungkin karena fobia sosial dapat mengganggu kuat dengan banyak pekerjaan dalam profesi kerah putih. Some evidence suggests, however, that the actual rates of social phobia are higher in women. Beberapa bukti menunjukkan, bagaimanapun, bahwa angka aktual fobia sosial yang lebih tinggi pada wanita.
Risk Factors for Post-Traumatic Stress Disorder Faktor-faktor risiko untuk Post-Traumatic Stress Disorder
Studies estimate a lifetime risk for PTSD in the US of up to 8%. Studi memperkirakan risiko seumur hidup PTSD di Amerika Serikat hingga 8%. People exposed to traumatic events, of course, are at highest risk, but many people can go through such events and not experience PTSD. Orang yang terekspos terhadap peristiwa traumatis, tentu saja, berada pada risiko tertinggi, tetapi banyak orang bisa pergi melalui peristiwa semacam itu dan tidak mengalami PTSD. Studies estimate that 6 - 30% or more of trauma survivors develop PTSD, with children and young people being among those at the high end of the range. Studi memperkirakan bahwa 6 - 30% atau lebih dari trauma selamat mengembangkan PTSD, dengan anak-anak dan orang muda yang di antara mereka pada akhir tinggi jangkauan. Women have the twice the risk of PTSD as men. Perempuan memiliki risiko dua kali PTSD sebagai laki-laki.
Furthermore, PTSD can occur in people not directly involved with a traumatic event. Selanjutnya, PTSD dapat terjadi pada orang yang tidak terlibat langsung dengan peristiwa traumatik. For example, 17% of the US population outside New York City reported some symptoms of post-traumatic stress 2 months after the September 11 attack on the World Trade Towers. Sebagai contoh, 17% dari populasi Amerika Serikat di luar New York City melaporkan sejumlah gejala pasca-traumatic stress 2 bulan setelah serangan 11 September terhadap World Trade Towers. (In the city itself, where the attack occurred, an estimated 7.5% of New York's population reported PTSD within the month of the event, which declined to 0.6% at 6 months.) (Di kota itu sendiri, di mana serangan terjadi, sekitar 7,5% dari penduduk New York melaporkan bulan PTSD dalam acara tersebut, yang menolak 0,6% pada usia 6 bulan.)
Para peneliti sedang mencoba untuk menentukan faktor-faktor yang mungkin bisa meningkatkan kerentanan terhadap kejadian bencana besar dan menempatkan orang yang berisiko untuk mengembangkan PTSD. Some studies report the following may be risk factors: Beberapa laporan penelitian berikut mungkin faktor-faktor risiko:
• Pre-existing emotional disorder. Pre-ada gangguan emosional. People who have a history of an emotional disorder, particularly depression, before the traumatic event are at higher risk for PTSD. Orang-orang yang memiliki sejarah gangguan emosional, terutama depresi, sebelum peristiwa traumatik berada pada risiko tinggi untuk PTSD.
• Drug or alcohol abuse Penyalahgunaan obat atau alkohol
• A family history of anxiety Sebuah sejarah keluarga kecemasan
• A history of abuse, particularly that which threatens family integrity, such as spousal or child abuse. Sejarah pelecehan, terutama yang mengancam integritas keluarga, seperti suami-istri atau pelecehan anak. Studies of individuals who had suffered physical or sexual abuse or neglect as children suggest that up to one-third develop PTSD. Studi dari individu-individu yang telah menderita fisik atau pelecehan seksual atau kelalaian sebagai anak-anak menunjukkan bahwa hingga sepertiga mengembangkan PTSD.
• An early separation from parents Pemisahan awal dari orangtua
• Lack of social support and poverty Kurangnya dukungan sosial dan kemiskinan
• Sleep disorders. Gangguan tidur. Insomnia and excessive daytime sleepiness even within a month after a traumatic event are important predictors for the development of PTSD. Insomnia dan mengantuk berlebihan siang hari, bahkan dalam waktu satu bulan setelah peristiwa traumatik prediktor penting untuk perkembangan PTSD. One specific sleep disorder -- sleep apnea -- may even intensify symptoms of PTSD, including sleeplessness and nightmares. Salah satu gangguan tidur yang spesifik - sleep apnea - bahkan mengintensifkan gejala PTSD, termasuk tidur dan mimpi buruk. Sleep apnea occurs when tissues in the upper throat (or airway) collapse at intervals during sleep, thereby blocking the passage of air. Sleep apnea terjadi ketika jaringan di tenggorokan bagian atas (atau Airway) runtuh pada interval selama tidur, sehingga menghambat perjalanan udara. In one study, 91% of crime victims with PTSD had either sleep apnea or a lesser condition that partially blocked the airways during sleep. Dalam sebuah penelitian, 91% dari korban kejahatan dengan PTSD telah baik sleep apnea atau kondisi yang lebih rendah yang sebagian diblokir saluran udara selama tidur. In fact, in one study treatment of sleep apnea eased PTSD. Bahkan, dalam salah satu perawatan studi apnea tidur berkurang PTSD. Sleep apnea has also been associated with a risk for panic disorder. Sleep apnea juga telah dikaitkan dengan risiko gangguan panik. [For more information, see In-Depth Report #65: Sleep apnea.] [Untuk informasi lebih lanjut, lihat In-Depth Laporan # 65: Sleep apnea.]

matur nuwun....